Monday 30 April 2012

TITISAN HUJAN


Akhir malam sebelum Subuh yang gelap,
Bunyi guruh menghiasi kesunyian malam,
Dan katak yang bersuka ria dengan hujan,
Cengkerik seranggan diam kesejukan,
Terasa dinginlah segala kulit dan roma,
Hingga menusuk ke tulang sumsum,
Udara pagi yang dingin bertambah dingin,
Dengan hadirnya titisan membawa rahmat,
Turunnya ia ada yang mensyukuri,
Ada pula yang mengeluh.

Titisan-titisan yang halus,
Memenuhi segala ruang yang bisa ditempati,
Bisa menenggelamkan daratan yang luas,
Datangnya adalah rahmat,
Membawa sinar buat kehidupan,
Riang ria segala kehidupan.

Datangnya hujan itu,
Ada yang menyukainya,
Ada yang mengeluh akannya,
Ada yang dengan tenang menerimanya,
Begitulah kita manusia,
Serba tak kena saja,
Hujan salah tak hujan pun salah,
Hujan suka tak hujan pun suka.

Benih-benih kehidupan bercambah,
Membina dan membawa generasi baru,
Sungguh ia suatu rahmat,
Menyirami tanaman dan hutan,
Membawa bersama benih-benih pohon bersama alirannya,
Di atas bumi yang menghijau.





Oleh:
ABDUL LATIFF MOHAMAD ASY-SYALUKI,
30 April 2012 Masihi bersamaan 8 Jamadilakhir 1433 Hijrah,
Isnin, Jam 8.00 pagi,
Georgetown,
Pulau Pinang.

Saturday 21 April 2012

RAJA BERDAULAT


Dalam suatu negeri bestari,
Aman sentosa seisi negeri,
Dilimpah nikmat tidak terperi,
Dengan hasil yang diberi.

Diperintah ia seorang Sultan,
Seluruh negeri ceruk diperhatikan,
Kota negeri wajib pertahankan,
Kedaulatan kekuatan harus kekalkan.

Seorang Sultan penuh berdaulat,
Kacak lagi bertubuh kuat,
Amal zikir sunnah ia perbuat,
Teguhlah pendiariannya dengan bulat.

Hamba rakyat sekalian taat,
Tiada ingkar jua khianat,
Akan Sultan yang juga taat,
Sentosalah negeri dalam kuat.

Negeri rahmat dengan agama,
Semua rakyat jelata semua,
Belajar mengaji bersama-sama,
Kuatlah Islam itulah beragama.

Tawadhu’ Sultan perbetul diri,
Kerana sedar hakikatnya diri,
Ke barzakh jua akan kembali,
Ketika itu apa nasiblah diri.

Segala panglima pahlawan perang,
Tiada gentar melawan menyerang,
Habis seluruh segala orang,
Berlari merangkak ke medan perang.

Sultan gemilang selalu bertanya,
Kepada gurunya jua diajunya,
Agar jernih di fikirannya,
Akan helah jalan selesainya.

Peemurah ia sifatnya diri,
Segala hamba rakyat sukalah hati,
Girang ia tidak terperi,
Dapat perhatian walaupun abdi.



Oleh:
ABDUL LATIFF MOHAMAD ASY-SYALUKI,
21 April 2012 Masihi bersamaan 29 Jamadilawwal 1433 Hijrah,
Sabtu, Jam 11.49 malam,
Georgetown,
Pulau Pinang.

NILAI SETITIS AIR MATA


Mata yang bening dan pilu,
Dalam memandang sesuatu di alam buana,
Dalamnya kelihatan cahaya rahmat,
Dan penuh kasih sayang yang damai,
Terbitnya daripada jiwa yang damai,
Dan terlihatlah di wajah dan matanya,
Akan nilai kasih sayang yang indah,
Redup memandang penuh belas.

Mata inilah yang memandang cahaya,
Cahaya yang bersinar dengan nilainya,
Mata yang menangisi nasib diri atas kekurangan,
Bukan menyesali atas ketentuan,
Tetapi menghisab akan diri sebelum penghisaban,
Menangisi dosa yang dilakukan,
Melihat gambaran diri dalam bakaran,
Sepertinya telah dipanggang,
Dan kering tubuh bagaikan bangkai,
Akibat dosa dan noda yang kering terbakar,
Tika itu si insan menangis,
Dalam sedu yang tak tertahankan.

Terkenang dan mengenang nasib diri,
Dan ke mana halanya selepas mati nanti,
Apakah bahagia atau celaka,
Di barzakh yang penuh cuba,
Akibat salah yang dilakukan di dunia,
Melanggar perintah Yang Maha Esa,
Terasa terbakar dirinya dalam sedarnya,
Lalu titisan-titisan air matanya,
Mengalir lebih deras lagi,
Meratapi diri yang berdosa,
Menitis hingga membasahi kain dan sejadahnya,
Nilai penyesalan ini bukan tiada harganya,
Bahkan ia sangat bernilai bagi yang memahaminya,

Titisan air mata yang keluar tika dirimu menyesal,
Titisan yang keluar tika dirimu berzikir pada-Nya,
Yang menitis tika dirimu rindukan Rasul kekasih-Nya,
Yang mengalir tika dalam tahajjudmu,
Dan juga tika berdirimu dalam solat tasbihmu,
Ketika mana engkau bersendirian dan tiada yang melihatmu,
Melainkan Dia sahaja....hanya Dia,
Beruntunglah bagi yang menitis air matanya,
Akibat penyesalan dan ketakutan,
Dan akibat kerinduan yang mendalam,
Air mata inilah yang insyaAllah bakal menyelamatkannya,
Di Akhirat sana yang sengsara azabnya,
Di ketika mana manusia sengsara di Mahsyar,
Ada insan yang dilindungi di bawah Arasy yang mulia,
Dialah manusia yang ketika hidupnya,
Menangis dan menitis air matanya kerna takutkan Allah,
Kerna gentar hatinya dengan nama Allah,
Sungguh ia rasakan itu di jiwanya,
Dialah orang yang beruntung,
Itulah nilai setitis air mata,
Ia bukan sia-sia tumpah ke bumi,
Tapi punyai nilai tersendiri,
Saat tahajjudmu kau rasakan beningnya hati,
Akibat esakan dan tangisan dalam solatmu,
Sunnguh berharga dirimu,

Makhluk langit mengenalimu,
Di saat makhluk di bumi tiada mengenalmu,
Dan menyisihkanmu dalam hidup mereka,
Malammu berhias indahnya,
Dengan wudhu’, solat dan zikrullah,
Dan air mata sebagai saksi,
Di hadapan Allah Azzawajalla,
Di Akhirat nanti,
Bahawa mata inilah yang pernah menangis,
Tika di dunia dahulu,
Jangan kau tiada tahu,
Bahawa tangisan itu bakal menyelamatkanmu,
Di sana nanti dengan rahmat Allah jua,
Masuk seseorang ke Jannah bukan kerana amalnya,
Tapi kerana rahmat-Nya,

Jadi menangislah wahai mata,
Jadilah nilai seorang hamba,
Yang benar-benar perhambakan dirinya,
Pada pemilik segala hamba,
Titiskan air matamu,
Di saat orang lain lalai dengan ddunia mereka sendiri.




Oleh:
ABDUL LATIFF MOHAMAD ASY-SYALUKI,
21 April 2012 Masihi bersamaan 29 Jamaddilawwal 1433 Hijrah,
Sabtu, Jam 6.27 petang,
Georgetown,
Pulau Pinang.

SEBENING AIR DI KALI


Seluruh alam jagat raya ini,
Adalah ciptaan Yang Maha Kuasa,
Yang Maha Memiliki segala-galanya,
Dialah Allah Subhanahuwa Ta’ala,
Tiada semua ia diciptakan,
Jika tidak melainkan kerna mahkluk teragung,
Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam yang sangat mulia,
Lalu terciptalah alam yang nan indah damai ini,

Air adalah sumber kehidupan,
Keperluan hakiki setiap makhluk-Nya,
Buat penerus kehidupan atas keperluan,
Ia yang suci menyucikan,
Segar dan menikmatkan,
Deruan dan alirannya menenangkan jiwa-jiwa yang resah,
Di aliran kali yang indah,
Ia setia mengikut takdir ketentuan-Nya,
Tiada satu pun yang dibantah,
Itulah ciptaan mulia bernama air,

Aliran jernih di kali,
Dan lopak yang berbatu kerikil indah,
Bunyi aliran yang mendamaikan jiwa ini,
Menghilangkan resah dan gelisah,
Sepertimana aliran air yang membawa,
Bersama kotoran dan pasiran lata,
Sungguh tenang ia dalam kejernihannya,
Ceria dan tulus saja rupanya,
Jikalaulah hati sejernih air itu,
Jikalaulah hati sebening hati itu,
Alangkah bahagianya diri kita ini,

Bila ia menuruni cenuram yang dalam,
Dan tinggi dari alirannya,
Bunyi itu sungguh mendamaikan,
Sedamai dan sebening itu,
Percikannya seolah-olah bergembira,
Kotoran dari aliran atas sana,
Yang bersalut selut, sampah dan kotoran,
Melalui batuan, pasir dan tumbuhan,
Menjadi jernih kembali seperti fitrahnya,
Alangkah baik jika manusia begitu,
Alangkah baik jika hati manusia begitu,
Yang kotor berselaput noda menjadi bersih,
Hitam bertutup dosa disapu bersih,
Jika begitu bahagialah kita,
Namun untuk menjadi sebening air di kali,
Tidaklah semudah ucapannya lidah,
Dan tidak semudah hajatnya hati,
Kerna ia perlukan suatu perjuangan,
Perjuangan mujahadah melawan penyakit diri,
Jadikan diri seperti air,
Membawa berlalu bersama kotoran diri,
Lalu dilupakan jauh-jauh di ceruk kaki,
Tidak bersangka-sangka kepada mana-mana diri,
Agar bebas jua diri kita,
Dari sangkaan yang tak sepatutnya,
Bimbang menghukum pada yang tidak berhak,
Dan mendapat sakit tak terperi,
Jika begitu celakalah diri,

Air yang jernih lembut,
Jua mampu melubangi batu-batuan,
Natijahnya manusia itu,
Haruslah kuat jiwanya,
Haruslah kuat raganya,
Dalam menghadapi musibah dan cubaan,
Kerna kita mampu walau berdikit-dikit,
Sepertinya air yang menitis,
Lembut tapi tajam menghakis,
Begitulah hakikatnya diri,
Tiada yang hebat tanpa melalui proses sendiri,
Dari awal terjadinya diri.

Sebening air di kali,
Tenangmu mendamaikan diri,
Jernihmu dicemburui,
Kerna diri tak sepertimu,
Penuh duri dan peri,
Biarlah aku menjadi diri sendiri,
Dengan kudratnya yang diberi.




Oleh:
ABDUL LATIFF MOHAMAD ASY-SYALUKI,
21 April 2012 Masihi bersamaan 29 Jamadilawwal 1433 Hijrah,
Sabtu, Jam 4.40 petang,
Di pejabat,
Georgetown,
Pulau Pinang.